Budaya dan agama seringkali sulit disatukan. Banyak elemen budaya
yang dianggap bertentangan dengan norma-norma agama. Ada beberapa
akibat yang menyertainya. Nilai-nilai budaya perlahan-lahan
ditinggalkan, atau muncul konflik antara pemegang nilai adat dan norma
agama, atau malahan terjadi pembauran antara agama dan budaya. Hal
terakhir inilah yang terjadi di dalam masyarakat Osing di Banyuwangi.
Orang Osing adalah masyarakat asli Banyuwangi. Mereka pengikut setia Kerajaan Blambangan sehingga mereka tetap bertahan di Banyuwangi setelah Blambangan jatuh akibat pengaruh kerajaan
Islam pada abad ke-14. Walaupun demikian, tetap ada para pengikut lain
yang migrasi ke Bali bersama pengikut Kerajaan Majapahit. Mereka
mempertahankan nilai-nilai agama Hindu di Kerajaan Karang Asem.
Dulu masyarakat Osing menutup diri dengan dunia luar untuk
mempertahankan agama Hindu di Blambangan. Namun ketika Belanda masuk
pada abad ke-16, mereka memaksa orang Osing bekerja sama dengan orang
luar. Pengaruh luar mulai masuk dan pada perkembangannya sebagian besar
orang Osing lalu memeluk agama Islam. Bahkan banyak yang menikah dengan
orang luar Osing dan menyebar ke berbagai daerah. Namun masyarakat Osing
yang tetap bertahan, masih setia dengan adat istiadat Osing, meskipun
agama Islam juga kuat di sana.
Maka terjadilah pembauran adat dan agama. Pada hari raya Idul Fitri,
mereka mengadakan perayaan adat seminggu penuh. Di sebuah desa,
Ulehsari, rangkaian perayaan Idul Fitri juga termasuk acara bersih desa
yang mereka kenal dengan sebutan Seblang. Ritual ini untuk mencapai
keselarasan antara alam dan manusia, sehingga rakyat makmur dan
terhindar dari malapetaka. Termasuk juga keselarasan dengan roh-roh yang
menghuni desa.
Masyarakat Osing yang tinggal di desa Kemiren memiliki kegiatan rutin
membaca lontar. Lontar yang berisi kepercayaan-kepercayaan Osing ini
ditulis dalam bahasa Arab. Banyak orang yang merasa terbantu masalahnya
setelah membaca lontar tersebut. Menurut Pak Pur, salah seorang tokoh
Osing dari desa Kemiren, tidak ada yang perlu disalahkan jika masyarakat
Osing merasa aman, nyaman, dan terbantu persoalannya dengan tradisi
yang ada di Osing. Agama dan adat tetap dapat berjalan seiring, yang
penting tidak ada yang mau menangnya sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar