judul judul

Rabu, 17 September 2014

ADAT DAN BUDAYA ASLI BANYUWANGI

 

Budaya dan agama seringkali sulit disatukan. Banyak elemen budaya yang dianggap bertentangan dengan norma-norma  agama. Ada beberapa akibat yang menyertainya. Nilai-nilai budaya perlahan-lahan ditinggalkan, atau muncul konflik antara pemegang nilai adat dan norma agama, atau malahan terjadi pembauran antara agama dan budaya. Hal terakhir inilah yang terjadi di dalam masyarakat Osing di Banyuwangi.

Orang Osing adalah masyarakat asli Banyuwangi. Mereka pengikut setia Kerajaan Blambangan sehingga mereka tetap bertahan di Banyuwangi setelah Blambangan jatuh akibat pengaruh kerajaan Islam pada abad ke-14. Walaupun demikian, tetap ada para pengikut lain yang migrasi ke Bali bersama pengikut Kerajaan Majapahit. Mereka mempertahankan nilai-nilai agama Hindu di Kerajaan Karang Asem.
Dulu masyarakat Osing menutup diri dengan dunia luar untuk mempertahankan agama Hindu di Blambangan. Namun ketika Belanda masuk pada abad ke-16, mereka memaksa orang Osing bekerja sama dengan orang luar. Pengaruh luar mulai masuk dan pada perkembangannya sebagian besar orang Osing lalu memeluk agama Islam. Bahkan banyak yang menikah dengan orang luar Osing dan menyebar ke berbagai daerah. Namun masyarakat Osing yang tetap bertahan, masih setia dengan adat istiadat Osing, meskipun agama Islam juga kuat di sana.
Maka terjadilah pembauran adat dan agama. Pada hari raya Idul Fitri, mereka mengadakan perayaan adat seminggu penuh. Di sebuah desa, Ulehsari, rangkaian perayaan Idul Fitri juga termasuk acara bersih desa yang mereka kenal dengan sebutan Seblang. Ritual ini untuk mencapai keselarasan antara alam dan manusia, sehingga rakyat makmur dan terhindar dari malapetaka. Termasuk juga keselarasan dengan roh-roh yang menghuni desa.
Masyarakat Osing yang tinggal di desa Kemiren memiliki kegiatan rutin membaca lontar. Lontar yang berisi kepercayaan-kepercayaan Osing ini ditulis dalam bahasa Arab. Banyak orang yang merasa terbantu masalahnya setelah membaca lontar tersebut. Menurut Pak Pur, salah seorang tokoh Osing dari desa Kemiren, tidak ada yang perlu disalahkan jika masyarakat Osing merasa aman, nyaman, dan terbantu persoalannya dengan tradisi yang ada di Osing. Agama dan adat tetap dapat berjalan seiring, yang penting tidak ada yang mau menangnya sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar